Rabu, 02 November 2016

niaga tarif pajak

NIAGA TARIF PAJAK
         
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Walaupun pada awal tahun 2010 kita dikejutkan oleh ulah para oknum aparat perpajakan yang melakukan penyelewengan terhadap uang pajak rakyat. Namun masyarakat Indonesia tetap membayar pajak  sebagai mestinya sebagaimana mestinya karena tidak bisa dibayangkan Negara ini akan hancur berantakan tanpa peran serta dari masyarakat melalui pajak. Biarlah hukum yang menghukum para oknum petugas pajak yang melakukan penyelewengan dan biarlah Allah sendiri yang membalas segala baik buruknya perbuatan manusia.
Pajak adalah salah satu bentuk penerimaan pemerintah yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Disamping untuk kepentingan penerimaan pemerintah, pajak juga dimaksut untuk memperbaiki distribusi pendapatan diantara masyarakat, masyarakat wajib melaksanakan kewajiban perpajakan karena terdapat kepastian hukum. Agar dalam penarikan atau pemungutan pajak terlaksana secara adil maka salah satu cara untuk mewujudkan keadilan dapat ditempuh melalui sistem tarif yang akan dibahas oleh penulis pada bagian berikutnya.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa saja cara pemungutan pajak?




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Cara Pemungutan Pajak
Tujuan pemungutan pajak adalah untuk mencapai keadilan dalam pemungutannya. Salah satu cara untuk mewujudkan keadilan dapat ditempuh melalui sistem tarif. Cara pemungutan pajak atau sistem penetapan tarif pajak adalah sebagai berikut:[1]
1.    Tarif Pajak Konstan (Tetap)
Tarif tetap artinya tarif pajak yang besarnya tetap, tidak berubah walaupun jumlah yang dijadikan dasar perhitungan berubah.
Sebagai contoh, berdasarkan RI Nomor 24 tahun 2000 tentang bea Materai sebagai berikut:
1)   Bea Materai untuk cek dan bilyet giro yang dikenakan bea materai sebesar Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah).
2)   Nilai Kwitansi Rp. 250.000 – Rp. 1.000.000 dikenakan bea materai sebesar Rp. 3.000,-
3)   Surat perjanjian, akta notaris, surat lamaran sebesar Rp. 6.000,-
4)   Nilai Kwitansi ≥ Rp.1.000.000 keatas dikenakan bea Materai Rp. 6.000,-
2.    Tarif pajak proporsional (sebanding)
Tarif proporsional disebut juga sebagai tarif sebanding yang artinya dikenakan dengan persentase tetap terhadap nilai dari objek pajak. Sehingga jumlah pajak yang dibayar dengan menggunakan tarif ini jumlah nominalnya akan berubah- tidak seperti dalam tarif tetap, jumlah nominal yang harus dibayar adalah tetap.[2]
Pajak yang harus dibayar akan berubah sesuai dengan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, semakin besar dasar pengenaan pajaknya, semakin besar pula jumlah utang pajak yang harus dibayar, tetapi persentasenya tetap sama.[3]
Contoh:
PPN 10% x Rp 600.000,00    = Rp 60.000,00
PPN 10% x Rp 1.000.000,00 = Rp 100.000,00
3.    Tarif progresif (menaik)
Tarif pajak progresif yaitu tarif yang meningkat dimana presentase dan dasar pengenaan pajaknya ikut meningkat juga. Misalnya tarif untuk PPh atas Penghasilan Kena Pajak (PKP), karyawan/ orang pribadi berdasarkan UU PPh 2000 yaitu sebagai berikut:[4]
Penghasilan
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 25.000.000
Ø Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
Ø Rp.50.000.000 s/d Rp.100.000.000
Ø Rp.100.000.000 s/d Rp.200.000.000
Diatas Rp. 200.000.000
5%
10%
15%
25%
35%
Dalam penerapannya, pengenaan tarif progresif dapat berupa progresif-progresif, progresif-degresif, dan progresif-proporsional. Yaitu sebagai berikut:
1)   Progresif-progresif
Adalah pengenaan tarif dengan persentase meningkat yang diikuti peningkatan persentase pada setiap margin peningkatannya, seperti contoh berikut ini:


Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 25.000.000,00
>Rp.25.000.000,00s/dRp.50.000.000,00
Diatas Rp. 50.000.000,00
10%
15%
30%

Peningkatan tarif tercermin dari mulai 10%, naik menjadi 15% dan naik lagi menjadi 30%. Marginnya juga meningkat, di mana antara tarif lapisan pertama 10% dan tarif lapisan kedua 15% terjadi peningkatan sebesar 5%, berikutnya antara tarif lapisan kedua 15% dan tarif lapisan ketiga 30% terjadi peningkatan margin sebesar 15%, sehingga terlihat jelas antara peningkatan margin pertama-kedua dan kedua-ketiga terjadi peningkatan, yaitu dari 5% menjadi 15%.
2)   Progresif-degresif
Adalah pengenaan tarif dengan persentase meningkat yang diikuti penurunan persentase pada setiap margin peningkatannya, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp. 50.000.000
10%
15%
18%
Peningkatan tarif tercermin dari 10% meningkat menjadi 15% dan terakhir meningkat sampai 18%. Penurunan marginnya terlihat di mana antara tarif lapisan pertama 10% dan tarif lapisan kedua 15% dan tarif lapisan ketiga 18%, terjadi peningkatan margin sebesar 3%, sehingga terlihat jelas bahwa peningkatan margin antara lapisan pertama-kedua dan kedua-ketiga terjadi penurunan, yaitu dari 5% menjadi 3%. Itulah yang dimaksud tarif progresif-degresif.


3)   Progresif-proporsional
Adalah pengenaan tarif dengan persentase meningkat yang diikuti dengan peningkatan persentase, seperti contoh berikut ini:

Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp. 50.000.000
10%
15%
20%

Dalam contoh di atas, peningkatan yang sebanding yaitu antara lapisan pertama-kedua terjadi peningkatan margin sebesar 5%, antara lapisan kedua-ketiga juga terjadi peningkatan margin sebesar 5%. Sehinnga terlihat jelas bahwa peningkatan margin antara lapisan pertama-kedua dan tarif lapisan kedua-ketiga terjadi peningkatan yang sebanding yaitu sama-sama 5%.
4.    Tarif Degresif
Tarif degresif adalah tarif yang persentase pengenaannya akan semakin menurun sejalan dengan pertambahan penghasilan. Tarif degresif dalam penerapannya juga dapat berupa degresif-progresif, degresif-degresif dan degresif-proporsional. Yaitu sebagai berikut:
1)   Degresif-progresif
Tarif ini adalah tarif yang persentase pengenaannya atas peningkatan penghasilan cenderung menurun, yang diikuti dengan peningkatan persentase pada margin penurunannya, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
> Rp25.000.000 s/d Rp.50.000.000
>Rp. 50.000.000
8%
4%
Dalam contoh di atas terjadi penurunan tarif yang meningkat, di mana margin penurunan antara lapisan pertama dan kedua sebesar 2% dan berikutnya penurunan antara lpisan kedua dan ketiga sebesar 4%.
2)   Degresif-degresif
Tarif ini adalah tarif yang persentase pengenaannya atas peningkatan penghasilan cenderung menurun, yang diikuti dengan peningkatan persentase pada setiap margin penurunannya, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp. 50.000.000
10%
8%
7%
Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa penurunan tarif semakin mengecil, di mana margin penurunan antara lapisan pertama dan kedua sebesar 2% dan berikutnya antara lapisan kedua dan ketiga sebesar 1%.
3)   Degresif-proporsional
Yang dimaksud dengan tarif ini adalah tarif yang persentase pengenaannya atas peningkatan penghasilan cenderung menurun, yang diikuti dengan perbandingan penurunan yang sebanding, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp. 50.000.000
10%
8%
6%
Dari contoh diatas terjadi penurunan tarif yang sebanding, di mana margin penurunan lapisan pertama-kedua dan lapisan kedua-ketiga sama-sama mengalami penurunan sebesar 2%.[5]




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Cara pemungutan pajak atau sistem penetapan tarif pajak adalah sebagai berikut:
1.    Tarif Pajak Konstan (Tetap)
Tarif tetap artinya tariff pajak yang besarnya tetap, tidak berubah walaupun jumlah yang dijadikan dasar perhitungan berubah.
2.    Tarif pajak proporsional (sebanding)
Tarif pajak proporsional adalah berupa persentase, yaitu tarif yang persentase pemungutanya tetap, sedangkan pajak yang harus dibayar selalu akan berubah sesuai dengan jumlah yang dikenakannya.
3.    Tarif progresif (menaik)
Tarif pajak progresif yaitu tarif yang meningkat dimana presentase dan dasar pengenaan pajaknya ikut meningkat juga.
Dalam penerapannya, pengenaan tarif progresif dapat berupa progresif-progresif, progresif-degresif, dan progresif-proporsional.
4.    Tarif Degresif
Tarif degresif adalah tarif yang persentase pengenaannya akan semakin menurun sejalan dengan pertambahan penghasilan. Tarif degresif dalam penerapannya juga dapat berupa degresif-progresif, degresif-degresif dan degresif-proporsional.


DAFTAR PUSTAKA

Abut, Hilarius, Perpajakan Indonesia, cetakan 1, (Jakarta: Diadit Media), 2010.
Supramono, Perpajakan Indonesia, CV. ANDI: Yogyakarta, 2010
Rimsky K. Judisseno, Perpajakan, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2004
Tony Masyahrul, Pengantar Perpajakan, PT. Grasindo: Jakarta, 2005





[1] Supramono, Perpajakan Indonesia, CV. ANDI: Yogyakarta, 2010, hal. 7.
[2] Rimsky K. Judisseno, Perpajakan, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2004, hal. 28
[3] Tony Masyahrul, Pengantar Perpajakan, PT. Grasindo: Jakarta, 2005, hal. 6
[4] Hilarius Abut, Perpajakan Indonesia, cetakan 1, (Jakarta: Diadit Media), 2010, hlm. 4-5.
[5] Rimsky K. Judisseno, Op. Cit, hal. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar