NIAGA
TARIF PAJAK
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Walaupun pada awal
tahun 2010 kita dikejutkan oleh ulah para oknum aparat perpajakan yang
melakukan penyelewengan terhadap uang pajak rakyat. Namun masyarakat Indonesia
tetap membayar pajak sebagai mestinya
sebagaimana mestinya karena tidak bisa dibayangkan Negara ini akan hancur
berantakan tanpa peran serta dari masyarakat melalui pajak. Biarlah hukum yang
menghukum para oknum petugas pajak yang melakukan penyelewengan dan biarlah
Allah sendiri yang membalas segala baik buruknya perbuatan manusia.
Pajak adalah
salah satu bentuk penerimaan pemerintah yang dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah. Disamping untuk kepentingan penerimaan pemerintah,
pajak juga dimaksut untuk memperbaiki distribusi pendapatan diantara
masyarakat, masyarakat wajib melaksanakan kewajiban perpajakan karena terdapat
kepastian hukum. Agar dalam penarikan atau pemungutan pajak terlaksana secara
adil maka salah satu cara untuk mewujudkan keadilan dapat ditempuh melalui
sistem tarif yang akan dibahas oleh penulis pada bagian berikutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja cara pemungutan pajak?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Cara
Pemungutan Pajak
Tujuan pemungutan pajak adalah untuk mencapai
keadilan dalam pemungutannya. Salah satu cara untuk mewujudkan keadilan dapat
ditempuh melalui sistem tarif. Cara pemungutan pajak atau sistem penetapan
tarif pajak adalah sebagai berikut:[1]
1.
Tarif Pajak Konstan (Tetap)
Tarif tetap
artinya tarif pajak yang besarnya tetap, tidak berubah walaupun jumlah yang
dijadikan dasar perhitungan berubah.
Sebagai
contoh, berdasarkan RI Nomor 24 tahun 2000 tentang bea Materai sebagai berikut:
1)
Bea Materai untuk cek dan bilyet
giro yang dikenakan bea materai sebesar Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah).
2)
Nilai Kwitansi Rp. 250.000 – Rp.
1.000.000 dikenakan bea materai sebesar Rp. 3.000,-
3)
Surat perjanjian, akta notaris,
surat lamaran sebesar Rp. 6.000,-
4)
Nilai Kwitansi ≥ Rp.1.000.000
keatas dikenakan bea Materai Rp. 6.000,-
2.
Tarif pajak proporsional
(sebanding)
Tarif
proporsional disebut juga sebagai tarif sebanding yang artinya dikenakan dengan
persentase tetap terhadap nilai dari objek
pajak. Sehingga jumlah pajak yang dibayar dengan menggunakan tarif ini jumlah
nominalnya akan berubah- tidak seperti dalam tarif tetap, jumlah nominal yang
harus dibayar adalah tetap.[2]
Pajak
yang harus dibayar akan berubah sesuai dengan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian, semakin besar dasar pengenaan pajaknya, semakin besar pula jumlah
utang pajak yang harus dibayar, tetapi persentasenya tetap sama.[3]
Contoh:
PPN
10% x Rp 600.000,00 = Rp 60.000,00
PPN
10% x Rp 1.000.000,00 = Rp 100.000,00
3.
Tarif progresif (menaik)
Tarif pajak
progresif yaitu tarif yang meningkat dimana presentase dan dasar pengenaan
pajaknya ikut meningkat juga. Misalnya tarif untuk PPh atas Penghasilan Kena
Pajak (PKP), karyawan/ orang pribadi berdasarkan UU PPh 2000 yaitu sebagai
berikut:[4]
Penghasilan
|
Tarif Pajak
|
Sampai
dengan Rp. 25.000.000
Ø Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
Ø Rp.50.000.000 s/d Rp.100.000.000
Ø Rp.100.000.000 s/d Rp.200.000.000
Diatas Rp. 200.000.000
|
5%
10%
15%
25%
35%
|
Dalam
penerapannya, pengenaan tarif progresif dapat berupa
progresif-progresif, progresif-degresif, dan progresif-proporsional. Yaitu
sebagai berikut:
1) Progresif-progresif
Adalah
pengenaan tarif dengan persentase meningkat yang diikuti peningkatan persentase
pada setiap margin peningkatannya, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp. 25.000.000,00
>Rp.25.000.000,00s/dRp.50.000.000,00
Diatas Rp. 50.000.000,00
|
10%
15%
30%
|
Peningkatan
tarif tercermin dari mulai 10%, naik menjadi 15% dan naik lagi menjadi 30%.
Marginnya juga meningkat, di mana antara tarif lapisan pertama 10% dan tarif
lapisan kedua 15% terjadi peningkatan sebesar
5%, berikutnya antara tarif lapisan kedua 15% dan tarif lapisan ketiga 30%
terjadi peningkatan margin sebesar 15%, sehingga terlihat jelas antara
peningkatan margin pertama-kedua dan kedua-ketiga terjadi peningkatan, yaitu
dari 5% menjadi 15%.
2) Progresif-degresif
Adalah
pengenaan tarif dengan persentase meningkat yang diikuti penurunan persentase
pada setiap margin peningkatannya, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp.
25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp. 50.000.000
|
10%
15%
18%
|
Peningkatan
tarif tercermin dari 10% meningkat menjadi 15% dan terakhir meningkat sampai
18%. Penurunan marginnya terlihat di mana antara tarif lapisan pertama 10% dan
tarif lapisan kedua 15% dan tarif lapisan ketiga 18%, terjadi peningkatan
margin sebesar 3%, sehingga terlihat jelas bahwa peningkatan margin antara
lapisan pertama-kedua dan kedua-ketiga terjadi penurunan, yaitu dari 5% menjadi
3%. Itulah yang dimaksud tarif progresif-degresif.
3) Progresif-proporsional
Adalah
pengenaan tarif dengan persentase meningkat yang diikuti dengan peningkatan
persentase, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
|
Tarif
Pajak
|
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp.
25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp.
50.000.000
|
10%
15%
20%
|
Dalam
contoh di atas, peningkatan yang sebanding yaitu antara lapisan pertama-kedua
terjadi peningkatan margin sebesar 5%, antara lapisan kedua-ketiga juga terjadi
peningkatan margin sebesar 5%. Sehinnga terlihat jelas bahwa peningkatan margin
antara lapisan pertama-kedua dan tarif lapisan kedua-ketiga terjadi peningkatan
yang sebanding yaitu sama-sama 5%.
4.
Tarif Degresif
Tarif
degresif adalah tarif yang persentase pengenaannya akan semakin menurun sejalan
dengan pertambahan penghasilan. Tarif degresif dalam penerapannya juga dapat
berupa degresif-progresif, degresif-degresif dan degresif-proporsional. Yaitu
sebagai berikut:
1) Degresif-progresif
Tarif ini adalah tarif yang persentase pengenaannya
atas peningkatan penghasilan cenderung menurun, yang diikuti dengan peningkatan
persentase pada margin penurunannya, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
|
Tarif
Pajak
|
> Rp25.000.000 s/d
Rp.50.000.000
>Rp.
50.000.000
|
8%
4%
|
Dalam contoh di atas terjadi penurunan tarif yang
meningkat, di mana margin penurunan antara lapisan pertama dan kedua sebesar 2%
dan berikutnya penurunan antara lpisan kedua dan ketiga sebesar 4%.
2) Degresif-degresif
Tarif ini adalah tarif yang persentase pengenaannya
atas peningkatan penghasilan cenderung menurun, yang diikuti dengan peningkatan
persentase pada setiap margin penurunannya, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
|
Tarif
Pajak
|
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp.
25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp.
50.000.000
|
10%
8%
7%
|
Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa penurunan
tarif semakin mengecil, di mana margin penurunan antara lapisan pertama dan
kedua sebesar 2% dan berikutnya antara lapisan kedua dan ketiga sebesar 1%.
3) Degresif-proporsional
Yang
dimaksud dengan tarif ini adalah tarif yang persentase pengenaannya atas
peningkatan penghasilan cenderung menurun, yang diikuti dengan perbandingan
penurunan yang sebanding, seperti contoh berikut ini:
Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
|
Tarif
Pajak
|
Sampai dengan Rp25.000.000,00
>Rp.
25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
>Rp.
50.000.000
|
10%
8%
6%
|
Dari
contoh diatas terjadi penurunan tarif yang sebanding, di mana margin penurunan
lapisan pertama-kedua dan lapisan kedua-ketiga sama-sama mengalami penurunan
sebesar 2%.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Cara pemungutan pajak atau sistem penetapan
tarif pajak adalah sebagai berikut:
1.
Tarif Pajak Konstan (Tetap)
Tarif tetap
artinya tariff pajak yang besarnya tetap, tidak berubah walaupun jumlah yang
dijadikan dasar perhitungan berubah.
2.
Tarif pajak proporsional
(sebanding)
Tarif pajak
proporsional adalah berupa persentase, yaitu tarif yang persentase pemungutanya
tetap, sedangkan pajak yang harus dibayar selalu akan berubah sesuai dengan
jumlah yang dikenakannya.
3.
Tarif progresif (menaik)
Tarif pajak progresif
yaitu tarif yang meningkat dimana presentase dan dasar pengenaan pajaknya ikut
meningkat juga.
Dalam
penerapannya, pengenaan tarif progresif dapat berupa
progresif-progresif, progresif-degresif, dan progresif-proporsional.
4.
Tarif Degresif
Tarif
degresif adalah tarif yang persentase pengenaannya akan semakin menurun sejalan
dengan pertambahan penghasilan. Tarif degresif dalam penerapannya juga dapat
berupa degresif-progresif, degresif-degresif dan degresif-proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Abut,
Hilarius, Perpajakan Indonesia, cetakan 1, (Jakarta: Diadit Media),
2010.
Supramono,
Perpajakan Indonesia, CV. ANDI: Yogyakarta, 2010
Rimsky K.
Judisseno, Perpajakan, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2004
Tony
Masyahrul, Pengantar Perpajakan, PT. Grasindo: Jakarta, 2005
[1] Supramono, Perpajakan Indonesia, CV. ANDI: Yogyakarta, 2010, hal. 7.
[2] Rimsky K. Judisseno, Perpajakan, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2004, hal. 28
[3] Tony Masyahrul, Pengantar Perpajakan, PT. Grasindo: Jakarta, 2005, hal. 6
[4] Hilarius Abut, Perpajakan Indonesia,
cetakan 1, (Jakarta: Diadit Media), 2010, hlm. 4-5.
[5] Rimsky K. Judisseno, Op. Cit, hal. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar